Struktur geografis tanah dataran rendah yang cukup luas untuk kawasan kota kecil yang mulai berkembang, dengan sentralisasi pemukiman di pasar kota sebagai pusat aktifitas masyarakat. Areal yang cukup mumpuni untuk dikembangkan, menjadi potensi tersendiri bagi perkemangan kota tersebut. Letak kota Air Molek berada lebih kurang 10 km dari jalur Lintas Timur Sumatera yang dapat menghubungkan berbagai daerah yang berada di Pulau Sumatera, yaitu Sumatera Bagian Selatan hingga ke Pulau Jawa, Sumatera bagian Barat, Sumatera Bagian Utara hingga Propinsi Aceh.
Air Molek mempunyai struktur tanah yang subur, merupakan modal Sumber Daya Alam bagi bidang pertanian dan perkebunan. Bisa dilihat bagaimana masyarakat yang bermukim di sepanjang sungai Indragiri (kuantan) memanfaatkan kesuburan tanah dengan menanam berbagai jenis tananaman ladang seperti jagung pisang, sayur-sayuran, dan lain sebagainya. Areal perkebunan kelapa sawit yang membentang luas di pinggiran kota Air Molek merupaka keuntungan tersendiri bagi perekonomian masyarakatnya.
Di beberapa daerah pemukiman, terdapat tanah yang memiliki komposisi yang sangat bagus untuk bahan baku pembuatan batu bata, dimana batu bata tersebut adalah salah satu bahan untuk bangunan beton. Yaitu terdapat di Desa Tanah Busuk, Kembang Harum misalnya, akan banyak ditemukan tempat pembakaran batu bata tersebut.
ASAL USUL NAMA AIR MOLEK
Menurut cerita dari orang-orang tua di Air Molek, yaitu mereka-mereka yang mengetahui tentang etiologi (Asal usul nama suatu daerah) mengatakan bahwa nama Air Molek berasal dari dua kata yaitu ayo dan molek. Ayo berarti air sedangkanmolek berarti bagus atau besih. Mengapa dikatakan demikian?. Karena pada zaman dahulu di Air Molek saat ini terdapat sebuah sungai kecil, dimana airnya tersebut jernih, bersih, dan layak untuk langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu. Maka oleh orang-orang yang melalui sungai tersebut menamakan sungai itu sungai Ayo Mole yaitu sungai yang airnya boleh untuk diminum. Dari versi kedua mengatakan bahwa nama Air Molek itu berasal dari dua kata juga yaitu Ayo Mole, ayo yang berarti ait dan Mole berasal dari kata menyole yang berarti menyalah/salah (yang tidak seperti biasanya). Menurut cerita ini menerangkan bahwa orang-orang tua dulu menemukan sebuah sungai yang aneh. Dimana ketika air sungai yang layaknya bermuara ke sungai yang lebih besar ataupun sungai yang bermuara ke laut, tidak demikian dengan sungai yang satu ini. Jikalau biasanya air sungai mengalir ke tempat yang lebih rendah dan terus mengalir dari hulu ke hilir, tidak seperti itu sungai tersebut. Yaitu ketika sungai kuantan (Indragiri) naik maka aliran sungai ini malah balik ke hilir. Hal tersebut terjadi terus menerus. Tentu fenomena seperti ini diluar dari biasanya. Maka oleh orang-orang dulu menyebutkan sungai tersebut adalah sungai menyoleh (sungai yang menyalahi aturan aliran sungai) hingga akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Air Molek. Sedangkan dari versi yang ketiga adalah dari orang-orang tua etnis Jawa yang sudah lama bermastautin di Indragiri. Menyebutkan bahwa Air Molek berasal dari kata Air dan Mole. Kata Air yang berarti memang air sedangkan mole berarti balik. Hal tersebut berdasarkan keadaan air sungai yang terdapat di daerah tersebut yang apa bila sungai kuantan naik maka aliran sungai itu balik ke asalnya. Pertemuan dua arus tersebut menjadi keanehan hingga disebutlah nama sungai tersebut menjadi Air Mole (air balik).
HISTORIOGRAFI AIR MOLEK
Banyak orang-orang yang bermastautin (tinggal dan menetap) di Air Molek yang tidak tahu bagaimana sebenarnya sejarah kota ini. Berdasarkan informasi dari orang-orang tua, saksi sejarah, dan tokoh masyarakat yang masih hidup diketahui tentang historiografi Air Molek berikut:
Sebab Membuka Hutan
Berdasarkan informasi dari orang-orang tua dan tokoh masyarakat Air Molek diketahui bahwa, awalnya Air Molek hanyalah kawasan hutan yang tidak ada seorangpun yang bermukim di daerah tersebut. Begitu pula pada masa feodalistik Kerajaan Indragiri, nama Air Molek tidak pernah disebutkan pada histori kerajaan. Baik berupa teks-teks sejarah maupun cerita-cerita rakyat yang terdapat pada masyarakat Melyu Indragiri. Ditambah lagi dengan tidak adanya Kepatihan ataupun penghulu (kepala dusun yang diamanatkan oleh kerajaan) di Air Molek. Hal tersebut menunjukkan bahwa Air Molek baru ada ketika masa-masa kejayaan Kesultanan Indragiri sudah tidak berkuasa lagi, yaitu ketika imperialisme Belanda sudah menguasai Nusantara.
Syahdan, ketika Air Molek masih hutan belantara, tidak ada satu orangpun berani membuka hutan apalah lagi tinggal di hutan tersebut. Hutan yang belum tersentuh manusia itu membuat kawasan itu bertuah dan tidak bisa sembarangan untuk membuka hutan, karena khawatir kualat atau binasa oleh kekuatan mistik orang bunian penjaga hutan.
Pada masa itu Nusantara telah dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda, termasuk daerah Riau daratan Sumatera. Penguasa Belanda melihat bahwa Air Molek adalah tanah yang subur dan sangat cocok untuk ditanami gambir dan karet. Pemerintah Hindia Belanda di bawah asisten Residen Indragiri di Rengat memerintahkan untuk membuka hutan di Air Molek, kemudian dicarilah orang yang bisa membuka hutan tersebut. Oleh kaki tangan Belanda dimintalah H. Saleh (seorang tokoh masyarakat di Pair Kelubi yang tidak terlalu jauh dari Air Molek) untuk mencarikan orang yang mampu membuka hutan yang rimba itu.
H. Saleh menunjuk H. Husin Keponakannya sendiri untuk membuka hutan Air Molek atas permintaan orang Jawa Kontrak (sebutan para pekerja transmigrasi yang bekerja diperkebunan Belanda). H. Husin pun menyanggupi dan membawa segenap keluarganya dari Pekan Heran ke Air Molek untuk membuka hutan di sana.
H. Husin Pembuka Hutan
H. Husin yang bernama lengkap Husin bin Cek Mahmud adalah anak dari Mahmud bin Cek Mad. Ayah H. Husin berasal dari Daek Lingga (salah satu daerah di Kabupaten Indragiri Hilir saat ini) dengan ibunya dalah orang asli Pekan Heran. H. Husin mempunyai satu orang saudara, yaitu adiknya yang bernama Abdul Majid. Setelah H. Husin terkenal sebagai seorang yang mumpuni dalam membuka hutan yang belum pernah disentuh manusia. Dengan kemampuannya itu ia banyak dipercaya oleh orang untuk membuka lahan-lahan untuk perkebunan. Termasuk oleh pamannya sendiri yang mempercayakannya untuk membuka hutan di Air Molek.
Husin membawa segenap keluarganya ke Air Molek, setelah ia berhasil membuka hutan dan dijadikan perkebunan dan pemukiman oleh perusahan Belanda. Hingga selanjutnya anak keturunan Husin bergenerasi turun temurun di Air Molek hingga saat ini. Pada saat penulisan buku ini, anak cucu H. Husin di air Molek sudah mencapai pada generasi keempat. Sedangkan adiknya Abdul Majid tetap berada di Pekan Heran. Istri H. Husin bernama Hj. Kalsum, dari perkawinan ini H. Husin memperoleh sembilan anak yaitu: Hj. Nur, Hj. Khadijah. H. Ismail, Hj. Fatimah, Hj. Maimunah, Usman, Sulaiman, Abdurrahman, dan M. Arsyad. Anak H. Husin yang kedua yaitu Hj. Khadijah menikah dengan H. Thalib dan mempunyai delapan orang anak yaitu: M. Syarif (Atan) Thalib, Ibrahim Thalib, Ali Thalib, Ali Akbar Thalib, Fatma Thalib, Hamida Thalib, Zumrawi Thalib, dan Mujtahid Thalib. Anak yang paling bungsu dari anak yang kedua H. Husin (cucu H. Husin dari anak yang kedua)menjadi Bupati Indragiri Hulu.
Daerah Pertama yang Dibuka
Ada beberapa pendapat mengenai daerah pertama yang dibuka oleh H. Husin. Pendapat pertama mengatakan bahwa daerah yang pertama kali di buka adalah daerah Tanah Tinggi saat ini. Karena daerah trsebutlah yang menjadi lahan pemukiman pertama oleh H. Husin ketika pertama kali datang ke Air Molek. Hingga bisa dilihat pada saat ini, bahwa daerah tersebut didiami oleh anak cucu keturunan H. Husin. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan bahwa, daerah pertama yang dibuka adalah daerah pinggiran sungai Kuantan (Sungai Indragiri) yang berada tidak jauh di belakang Kantor Lurah Air Molek I saat ini. Dasar pemikirannya adalah, bahwa orang-orang dulu ketika akan membuka hutan adalah daerah-daerah pinggiran sungai. Karena untuk bisa mencapai daerah-daerah hutan baru biasanya menggunakan transportasi sungai seperti sampan. Maka dari itu kawasan yang pertama dijumpai tentulah daerah pinggiran sungai.
Dalam usaha membuka lahan tersebut H. Husin dibantu oleh seorang pekerja kontrak dari tanah Jawa yaitu bernama Muntarib. Muntarib adalah seorang kepala pekerja kontrak Jawa yang dipercayakan oleh orang Belanda untuk menangani masalah pembukaan hutan untuk perkebunan di Air Molek. Lama-kelamaan daerah kawasan itu menjadi lahan pemukiman dan perkebunan perusahaan Swis dengan tetap dibawah kendali kolonial Belanda. Peristiwa pembukaan hutan pertama itu terjadi sekitar tahun 1931.
Namun dari informasi yang lain mengatakan, bahwa tentang pembukaan hutan pertamakali di Airmolek dilakukan oleh Belanda pada sekitar tahun 1800-an, sebelum kedatangan H. Husin dari Pekanheran. Dengan alasan bahwa Airmolek sudah ditanami perkebunan rempah-rempah yang banyak dibutuhkan Eropa sebagai bahan baku minuman penghangat tubuh dari suhu dingin Eropa. Tanaman rempah tersebut diperkirakan puluhan tahun lamanya. Setelah tanaman rempah-rempah selanjutnya diganti dengan gambir. Untuk tanaman gambir di Airmolek dapat dibuktikan dengan adanya tempat pembakaran gambir di Desa Candirejo, juga ditemukannya limbah pembuangan gambir didaerah rawa-rawa disekitaran Airmolek I. di tempat tersebut masih terdapat sisa-sisa pembuangan daun gambir. Untuk tumbuhan gambir di Airmolek diperkirakan puluhan tahun pula. Baru kemudian setelah gambir tidak terlalu dibutuhkan oleh perdagangan Belanda, maka gambir diganti dengan karet. Selanjutnya pada masa perkebunan karet inilah Airmolek mengalami perkembangan. Di bawah perusahan milik Swis yang bernama CMI (Culture Maskapai Indragiri) dilakukanlah penanaman karet secara besar-besaran, sehingga mendatangkan pekerja dari Jawa. Diperkirakan pada tahun 19301n mulai didatangkanlah para pekerja kontrak Jawa secara bergelombang.
Mengenai kedatangan H. Husin ke Airmolek, menurut Ahmad Yusuf Alhaj memberikan keterangan yang berbeda dengan sebelumnya. Bahwa H. Husin ke Airmolek (pada tahun 1931) lebih kepada permasalah agama. Karena pada waktu itu masyarakar sudah banyak melenceng dari ajaran agama Islam, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedatangan H. Husin ke Airmolek lebih kepada dakwah agama Islam.
Dusun Pertama
Setelah terbukanya hutan dan mulai berkembangnya perkebunan di Air Molek, berangsur-angsur mulai berdatangan para pekerja kontrak dari Jawa ke Air Molek dan mulai pula banyak orang yang membuka lahan baik itu sebagai tempat tinggal maupun dijadikan tempat untuk berladang. Maka selanjutnya dibentuklah dusun atau kampung.
Dusun pertama di Air Molek bernama Dusun Salak. Mengapa dinamakan demikian, karena ketika pertama kali H. Husin membuka lahan di tempat tersebut banyak sekali ditemukan pohon buah salak hutan. Maka dari itu orang-orang menyebutnya dusun Salak. Dusun tersebut dibuat pada daerah pertama penebangan hutan. Hingga dijadikan sebagai perkampungan pertama di Air Molek. Dusun salak sendiri sebenarnya adalah nama kampong yang terdapat di Tanah Tinggi sekarang. Perubahan nama tersebut terjadi, konon ketika sudah mulai dikenalnya daerah perkebunan di Air Molek disebutlah tanah yang berada dipinggiran sungai Kuantan itu tanah yang tinggi. Tentu saja memang tanah tersebut lebih tinggi dibanding dengan jarak tanah-tanah yang ada di sepanjang pinggiran sungai kuantan. Karena lebih dikenal dengan tanah yang tinggi maka digantilah Dusun Salak menjadi Tanah Tinggi.
H. Husin Penghulu Pertama
Keberhasilan H. Husin membuka hutan Air Molek, hingga membentuk perkampungan, mendapat apresiasi yang tinggi dari Asisten Residen Belanda di Rengat, dengan mengangkat H. Husin menjadi Penghulu (Penguasa Kampung). Maka sejak itu dikenallah Penghulu H. Husin. Setelah pengangkatan H. Husin menjadi Penghulu, maka segala urusan yang berhubungan dengan pemerintahan dipercayakan kepada H. Husin sebagai pimpinan di Air Molek.
Pada saat itu, Air Molek dibawah Kewedanan Kelayang, dengan Konteler Indragiri di Rengat dibawah Asisten Residen sebagai kepala konteler. Sedangkan Keresidenan berada di Tanjung Pinang, dimana Keresidenan ini mencakup Riau Kepulauan dan Riau Daratan. Sebagai mana pada bagan berikut:
GUBERNUR JENDRAL di BATAVIA
KERESIDENAN RIAU di TANJUNG PINANG
KONTELER INDRAGIRI di RENGAT
KEWEDANAN di KELAYANG
KAMPUNG/DUSUN di AIR MOLEK
Pembangunan Mesjid Raya
Al ihwal ketika Belanda hendak memindahkan Pesanggrahan (tempat peritirahatan pejabat Pemerintah Belanda) yang berada di Masjid Raya Air Molek saat ini, ke daerah Tanah Tinggi. Karen daerah tersebut memiliki panorama yang yang cukup indah dengan dataran tinggi yang berada langsung di pinggiran sungai Indragiri (kuantan). Sehingga terlihat jelas bentangan sungai dari tempat tersebut. Selain itu juga dapat melihat aktifitas kapal-kapal yang melewati sungai yang singgah di pelabuhan yang berada tepat di kaki perbukitan Tanah Tinggi.
Atas rencana tersebut, maka dipanggillah Penghulu H. Husin agar menghadap Asisten Residen di Rengat yang juga ketika itu hadir Residen dari Tanjung Pinang untuk membicarakan pembangunan pesanggrahan di Tanah Tinggi. Dalam pertemuan tersebut, maka disampaikanlah oleh Residen Rengat keinginan Pemerintah Belanda untuk membangun Pesanggrahan di Tanah Tinggi. Oleh H. Husin mempersilahkan untuk membangun pesanggrahan di tanah tersebut, namun H. Husin menyebutkan pula bahwa di daerah tersebut banyak terdapat kuburan. Karena keinginan yang kuat dari Residen itu. Ia meminta untuk memindahkan kuburan dan beberapa hari kemudian ia akan datang melihat tanah yang dimaksud.
Kemudian pulanglah H. Husin ke Air Molek, dan memerintahkan kepada orang-orang kampung untuk mencari kayu tua dan lapuk dan membuat gundukan tanah seperti kuburan kemudian menancapkan kayu-kayu tersebut di atasnya. Setelah hari yang telah ditentukan, maka datanglah Residen Tanjung Pinang. Setelah melihat lokasi tersebut, Residen terkejut dengan begiti banyaknya kuburan. Kemudian Residen membatalkan rencana pembangunan pesanggrahan di tempat itu, dan meminta Penghulu H. Husin untuk menunjukkan tempat lain yang bagus dan cocok untuk membangun pesanggrahan. Maka ditunjukkannya lah daerah di Batu Gajah. Dimana daerah tersebut juga tidak terlalu jauh dari sungai Indragiri.
Pesanggrahan yang lama diminta oleh H. Husin kepada Belanda untuk membangun Masjid. Karena masjid yang berada di pinggir sungai Air Molek (di dekat jembatan Pasar Air Molek saat ini) rentan longsor akibat terlalu dekat dengan bibir sungai. Permintaan tersebut dikabulkan oleh Belanda. Maka bergotong royonglah masyarakat membangun Masjid Raya pertama yang diberi nama Masjid Al Mujahidin.
Kedatangan K.H. Hasbullah ke Air Molek
K.H. Hasbullah adalah seorang Kiyai yang berasal dari tanah Jawa. Ia hijrah ke Johor dalam rangka berdakwah agama Islam. Ketika masa imperium kerajan Melayu Johor masih berkuasa dengan salah satu kerajaan kecilnya yaitu kerajaan Indragiri. Ketika itu sultan Indragiri meminta kepada Sultan Johor untk mengirimkan seorang Kiyai untuk mengembangkan agama Islam di Indragiri. Maka dikirimlah K.H. Hasbullah ke Indragiri dan tinggal di daerah Keritang (Inhil saat ini)
Pada masa pengembangan agama itu, KH. Hasbullah bertemu dengan Kiai lain yang juga berdakwah di Indragiri. Mereka sering bertukar pikiran terhadap masalah-masalah agama. Maka pada suatu ketika terjadilah permasalahan dalam pembahasan agama. Dimana diantara mereka tidak ada kesepakatan dan kesimpulan yang sama, walaupun sudah dua hari dua malam mereka mendiskusikan masalah tersebut. Hingga akhirnya disepakati, untuk selanjutnya kiai tersebut menyampaikan dakwah bahagian hilir Indragiri sedangkan K.H. Hasbullah di bahagian hulu Kritang, termasuklah Air Molek.
Ketika Air Molek sudah mulai berkembang, penghulu H. Husin meminta K.H. Hasbullah untuk datang ke Air Molek. Karena ada beberapa alasan mengapa K.H. Hasbullah agar datang ke Air Molek yaitu:
Masyarakat sudah mulai menyalahi ajaran-ajaran agama Islam, maka harus ada yang memberi tuntutan untuk masalah tersebut.
Memang belum ada orang yang memadai untuk bisa dijadikan tempat untuk bertanya masalah-masalah agama.
Keinginan masyarakat untuk membentuk suatu wadah pendidikan agama.
Selanjutnya, datanglah K.H. Hasbullah ke Air Molek. Pertama kali ia mengumpulkan para Batin (dukun Kampung) yang berada di sekitaran Air Molek. Pada pertemuan tersebut K.H. Hasbullah menyampaikan risalah kepada para Batin, bahwasanya apa yang mereka lakukan tersebut sudah menyalahi syariat dan aqidah Islam. Tentu para Batin tidak bisa menerima begitu saja dengan risalah yang disampaikan oleh K.H. Hasbullah. Banyak di antara mereka mencoba keampuhan K.H. Hasbullah. K.H. Hasbullah menyadari akan hal tersebut, namun berkat ketwakalannya, akhirnya apa yang mereka lakukan terhadap K.H. Hasbullah tidak mempan (membal). Hingga banyak pula di antara para Batin tersebut mengakui bahwa K.H. Hasbullah adalah Batin Besar.
Lembaga Pendidikan Pertama
Salah satu kebijakan dari Penghulu H. Husin adalah membentuk sebuah Lembaga Pendidikan Agam di Air Molek. Dasar pemikirannya adalah, bahwa setelah mulai berkembangnya kehidupan di Air Molek, maka dibutuhkan sebuah tempat untuk pendidikan bagi masyarakat disekitar Air Molek. Karena pada waktu itu belum ada satu pun lembaga pendidikan di Air Molek.
Atas prakarsa H. Husin sebagai penghulu kampung, bersama tokoh-tokoh lainnya yaitu: H. Husin, K.H. Hasbullah, H. Ismail, H. Kamaludin dll
Berdasarkan hasil musyawarah tokoh-tokoh tersebut, maka dibentuklah sebuah Madrasah di Air Molek dengan Nama Madrasah Nurul Falah, yang berada di Wonorejo, Air Molek I saat ini. Pembentukan tersebut dilakukan pada tahun 1937. Hingga kemudian lembaga pendidikan itu berkembang dan membentuk Yayasan dengan nama Yayasan Pendidikan Islam. Pada saat ini Yayasan tersebut sudah mempunyai empat naungan lembaga pendidikan formal yaitu. MTs Nurul Falah, MA Nurul Falah, SMA Serumpun dan STAI Nurul Falah.
Pasar Airmolek
Terbentuknya pasar Airmolek seiring dengan berkembangnya perkebunan. Tentang terbentuknya pasar, menurut informasi dari Ahmad Yusuf Alhaj menyebutkan bahwa pasar Airmolek saat ini merupakan pemukiman pekerja kontrak Jawa. Tempat tersebut sering dijadikan tempat berkumpul yang biasanya dilakukan pada malam hari. Sedangkan pada waktu itu tempat perdagangan atau orang-orang yang ingin mencari kebutuhan berada di Tanahtinggi. Namun lama-kelamaan tempat tersebut menjadi ramai dan banyak orang yang berjualan ditempat tersebut, sehingga pasar yang awaknya berada di Tanahtinggi berpindah dengan sendirnya di dekat perumahan tersebut.
Kedatangan Perantau Minang ke Airmolek
Perkembangan Airmolek yang cukup mumpuni dalam bidang perkebunan karet, menjadi daya tark bagi orang-orang luar untuk datang dan hidup di tempat tersebut. Perkebunan yang awalnya dirintis oleh Belanda dengan mendatangkan pekerja kontrak dari Jawa, mengalami kemajuan yang signifikan setelahnya. Industri karet yang memiliki prospek yang tinggi menarik orang-orang Minang untuk mengambangkan potensi alamiah etnis ini untuk berdagang di Airmolek.
Selain itu, jumlah penduduk yang terus bertambah, pendapatan para pekerja perkebunan dan pekerja yang berasal dari pengembangan pengeboran minyak di Lirik yang mencari kebutuhan kehidupannya di Airmolek, sehingga menjadikan Airmolek sebagai pusat perekonomian masyarakat sekitar. Dibangunnya pasar Airmolek adalah sebuah bukti nyata dari keaadan itu semua.
Tepatnya pada tahun 1950-an, mulai berdatanganlah orang-orang minang dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Berdasarkan informasi yang disampaikan dari mulu kemulut, terseberlah kabar bahwa Airmolek adalah tempat yang bagus untuk mengembangkan usaha perdagangan.
Orang-orang Minang yang pertama kali datang ke Airmolek berasal dari beberapa daerah di Sumatera Barat yaitu diantaranya: Batusangkar, Lintau, Lubuktorok, Bukittinggi, Padangpanjang, dan Padang. Kebanyak para pendatang Minang ini berdagang di Airmolek, namun tidak semua mencari nafkah dengan berdagang. Seperti yang berasal dari Lintau misalnya, kebanyakan mereka bekerja di perusahaan pengeboran minyak di Lirik. Orang Minang yang berasal dari Lubuktorok pada awalnya lebih banyak yang berkebun dan berladang, tetapi pada periode berikutnya orang Minang yang berasal dari Lubuktorok ini banyak pula yang mengembangkan usaha perdagangan. Kemudian selebihnya rata-rata adalah para pedagang.
Kedatangan Orang-orang Minang ke Airmolek melalui dua jalur tranportasi. Dengan menggunakan alat transportasi darat dari tanah Minang hingga ke Talukkuantan, dan dilanjutkan dengan menggunakan pompong (perahu tradisional dengan tenaga diesel) hingga ke Airmolek. Karena pada saat itu jalur transportasi darat dari Talokkuantan menuju Airmolek belum ada, dan satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan sungai.
Beberapa orang tokoh Minang (orang-orang yang pertama kali datang) di Airmolek yaitu diantaranya: H. Burhan dari Batusangkar., H. Harun dari Lubuktorok, Ali Janggot dari Lubuktorok, H. Syarif dari Bukittinggi, Mulia Jamil dari Bukittinggi.
Hingga saat ini orang-orang Minang di Airmolek sudah hidup mencapi generasi ke tiga dari orang-orang yang pertama kali datang ke Airmolek. Kemudian pada masa selanjutnya, gelombang kedatangan orang-orang Minang ke Airmolek terus berlanjut seiring dengan perkembangan perekonomian Airmolek yang terus bergerak naik.
Hubungan perantau Minang dengan suku asli Melayu Airmolek terjalin dengan baik. Prinsip orang-orang Minang yang sangat menghargai orang-orang asli dan menghormati penghulu kampung menjadikan keberadaan orang Minang tetap diterima. Ditambah lagi dengan sifat orang Melayu yang terbuka terhadap kedatangan orang-orang dari suku dan etnis lain teutama orang Minag, menjadikan Airmolek yang heterogen. Tidak pernah terjadi sengketa ataupun perselisihan antara pendatang Minang dan suku lain yang sudah ada sebelumnya di Airmolek.
Penggerak perekonomian
Orang-orang suku Minang yang kebanyakan bekerja sebagai pedagang, tentu memberikan kontribusi yang besar bagi geliat perekonomian di daerah tersebut. Sebahagian besar masyarakat yang ada di sekitar Airmolek terutama pekerja perkebunan, pekerja pengeboran minyak di Lirij, orang-orang kampung yang ada disekitaran sungai semuanya mencari kebutuhan pokok ataupun kebutuhan lainnya di pasar Airmolek.
Diperkirakan semenjak awal terbangunnya pasar hingga saat ini pedagang di pasar tersebut didominasi oleh-oleh Minang. Mereka mendatangkan barang-barang dagangan dari Bukittinggi dan kota-kota lain di Sumatera Barat. Mulai dari pakaian, kebutuhan sembilan pokok (sembako), perlengkapan rumah tangga, hingga perelatan kantor yang dibutuhkan perusahaan yang ada di Airmolek dan sekitarnya.
Selain di Airmolek, para pedagang minang juga menjajahkan dagangannya (membelok; istilah dalam bahasa Minang) ke daerah-daerah lain seperti Kelayang, Japura, Pasirringgit, Sungaiparit,ukui, dan lain-lain. Walaupun demikian Airmolek tetap dijadikan pusat perekonomian para pedagang.
Kehidupan Sosial masyarakat Minang
Dalam aktivitas sosial, kelompok orang Minang di Airmolek tetap terjalin dengan baik.
Kedatangan Suku Jawa ke Airmolek
Kedatangan orang Jawa ke Airmolek merupakan kebikajan pemerintah Kolonial Belanda dalam usaha mengembangkan perkebunan, dimana orang-orang Jawa tersebu dijadikan sebagai pekerja perkebunan. Para pekerja tersebut disebut pekerja kontrak, oleh-oleh suku-suku lain menyebutkan orang-orang Jawa pekerja perkebunan ini dengan sebutan Orang Jawa Kontrak. Disebut Jawa Kontrak, karena rata-rata mereka dipekerjakan diperkebunan Airmolek ini dengan sistem kontrak, yaitu selama tiga tahun. Namun kepada mereka diberi pilihan untuk menetap atau kembali ke Jawa ketika masa kontraknya selesai. Selanjutnya, kebanyakan dari mereka lebih banyak menetap dan hidup di Airmolek.
Orang-orang Jawa ini diperkirakan datang ke Airmolek sekitar tahun 1920 sampai dengan tahun 1930, kebanyakan dari mereka berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka diangkut dari tanah Jawa dengan menggunakan kapal laut dan turun di pelabuhan Belawan Medan. Dari sana para pekerja ini disebar diseluruh perkebunan yang ada di Sumatera yaitu diantaranya di Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Termasuklah mereka ditempatkan di Airmolek, dibawah perusahaan Culture Maskapai Indragiri (CMI) milik pengusaha Swis. Selain melalui Medan (Deli) para pekerja dari Jawa juga masuk melalui pelabuhan di Jambi kemudian ke Tembilahan dan barulah ke Airmolek melalui jalur sungai Indragiri (ketika itu di Airmolek sudah terdapat pelabuhan kapal di Tanag Tinggi).
Beberapa faktor mengapa perusahaan perkebunan memperkerjakan orang-orang Jawa untuk mengelola perkebunan, adalah sebagai berikut:
Tidak tersedianya pekerja untuk mengelola perkebunan yang begitu luas di Airmolek, Orang Jawa adalah pekerja ulet dan telaten, Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda melakukan transmigrasi orang-orang Jawa ke seluruh Nusantara untuk dijadikan pekerja perkebunan milik Belanda atupun perkebunan asing lainnya, Keinginan orang-orang Jawa sendiri untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Oleh perusahaan perkebunan, para pekerja ini sesampai di Airmolek disediakan tempat tinggal berupa perumahan semi permanen panggung yang diskat-skat panjang. Berdasarkan informasi dari saksi sejarah, ada beberapa perumahan yang dibangun oleh perusahaan yaitu diantaranya berada di Candirejo, Tanjung Gading, Komplek, Sungaisag. Sekitar tahun 1950 telah berdiri sebuah perusahan pengeboran minyak Standar Vakum Petrilium Maskapai (SUPM) di Lirik, maka selanjutnya sebahagian para pekerja kontrak ini juga banyak bekerja di tempat tersebut. Maka pada waktu itu, para pekerja Jawa Kontrak ini selain bkerja di CMI juga bekerja di SUPM.
0 komentar:
Posting Komentar