Cuplikan dalam Naskah Monolog Tolong Karya Nano Riantiarno
Mudasir? Kamu Mudasir? Bagaimana caranya kamu masuk kamar ini? Mudasir? Kenapa? Tidak kenal saya lagi? Saya Atikah. Isterimu. Dulu, kamu mengantar saya ke Jakarta. Kita berpisahan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Kamu cerita di surat, sehabis mengantar saya kamu langsung pulang ke kampung mengurus sawah. Sampai setahun lebih kita saling berkirim surat. Sesudah musibah datang, surat-suratmu tidak datang lagi.
Jangan pergi, Mudasir. Jangan tinggalkan saya. Apa saya sudah tidak punya daya tarik lagi? Kamu dulu sering bilang saya cantik. Saya memang cantik. Kecantikan yang alami, tanpa gincu dan bedak. Kamu suka saya apa adanya. Kamu sering bilang begitu. Ini saya, Atikah. Saya tahu, penyiksaan ini bikin saya tidak secantik dulu lagi. Kalau ada cermin di kamar ini, mungkin saya bisa segera tahu. Wajah saya bisa saja sudah seperti gombal busuk. Bacin dan tidak layak dipandang-pandang. Bikin jijik ya?
Tapi, Mudasir, kamu menikahi saya lahir batin ‘kan? Kamu bukan hanya menikahi wajah saya? Kalau memang benar kamu di sini, tolong saya. Keluarkan saya dari sekapan ini. Lalu kita pulang kampung bersama-sama. Tidak perlu melapor kepada Police Raja Diraja, tidak guna melapor kepada Menteri Tenaga Kerja. Kita warga negara Indonesia, bukan warga negara Philipina. Beruntunglah mereka yang berasal dari Philipina. Bahkan presiden mereka pun peduli kepada nasib para tenaga kerjanya, terutama yang bekerja di manca negara. Kita? Kalau banyak uang, diperas sampai habis tulang sumsum. Tapi kalau ada musibah, pura-pura tidak tahu, diabaikan.
Mudasir, itu kenyataan. Kita binatang penghasil devisa negara. Sebutan pahlawan hanya slogan. Bukan kenyataan. Cuma khayalan para birokrat yang baru menduduki kursi jabatan. Agar kelihatan bekerja di mata atasan, dan disebut punya kesetiakawanan yang kuat terhadap sesama warganegara.
Download Naskah Monolog Tolong : Disini
0 komentar:
Posting Komentar