Musik di sekitar kita memberi dampak psikologis tertentu atau paling tidak kita memiliki kecocokan dengan jenis musik tertentu. Itulah yang disebut selera. Tetapi musik, jelas bukan hanya soal selera. Musik berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat. Musik tidak hanya mengekspresikan apa yang ada dalam kehidupan masyarakat tetapi musik juga memberikan sesuatu ke dalam masyarakat. Jadi, musik selalu bergerak dua arah; keluar [dimainkan, dinyanyikan] dan masuk [didengar, diresapi]. Pengaruh yang ditimbulkan musik bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung dan ini tentu berkaitan dengan orang yang mendengarnya [kondisi fisik dan psikhisnya serta situasi di sekitarnya].
Musik bergerak seiring dinamika masyarakat. Komunitas yang bermain musik atau bernyanyi bersama [choir, group band, vocal group, dsb] sebenarnya mengekspresikan kuatnya solidaritas atau ikatan sosial dari komunitas tersebut. Sebab tidak mungkin hal seperti itu tercipta tanpa kebersamaan. Bermain musik dan bernyanyi bersama bukan hanya soal bermain dan bernyanyi bersama melainkan soal bagaimana hidup bersama dan bersama-sama mengekspresikan hidup [apa yang dialami dan dirasakan]. Ini sebentuk pengaruh musik terhadap masyarakat.
Mari menelisik kehidupan bermusik di Indonesia. Kali ini masih soal anak-anak Indonesia. Menurut anda, bagaimana kelak anak-anak Indonesia bertumbuh jika dari sekarang mereka dipaksa menikmati lagu-lagu yang kontennya over dosis [lagu orang dewasa]. Jujur saja, saya miris ketika menyaksikan acara-acara di televisi terkait kompetisi menyanyi yang digelar di beberapa stasiun televisi. Bagaimana seorang anak kecil harus menyanyikan lagu yang kontennya over dosis dan itu lalu sudah menjadi hal yang wajar karena memang tidak ada pilihan lain. Ini mungkin bukti matinya musik anak-anak. Lantas anak-anak terpaksa mengkonsumsi ‘makanan’ orang dewasa karena tidak ada ‘makanan’ lain untuk memenuhi kebutuhan musikalitasnya.
Bagaimana ini akan berujung? Apakah karena universalitas musik itu begitu kuat sehingga partikularitasnya terberangus dan anak-anak yang menyanyikan dan mengkonsumsi lagu-lagu orang dewasa itu merupakan hal yang sudah seharusnya terjadi? Ataukah anak-anak yang masih kecil ini harus punya ruang sendiri dalam dunia musik Indonesia dengan lagu-lagu yang menjadi konsumsi ribuan anak Indonesia yang lain? Saya kira anak-anak Indonesia perlahan-lahan terpinggirkan di dunia musik Indonesia. Musik itu sepercik nikmat surgawi yang jatuh ke bumi, mari berbagi agar mereka dapat mengekspresikan dunia mereka dan menikmati ‘makanan’ mereka, bukan mengkonsumsi ‘makanan’ orang dewasa. Musik tetap sepercik nikmat surgawi !
0 komentar:
Posting Komentar